Tuesday, May 20, 2008

Si Olive


Ada yang penasaran kenapa sih dinamakan Si Olive? Sebenarnya gampang saja, nama ini diambil dari warna frame yang menurut katalognya berwarna "Olive Green". Jadi.... demikianlah asal-usul sepeda terbaruku ini: Specialized SX Trail I 2008.

Awalnya Si Olive lahir seminggu setelah kelahiran anak keduaku Kayra Fathima Batari di bulan Januari 2008. Hampir semua komponennya hasil tukar guling dengan sepeda terdahulu Giant Reign 2007 yang sudah menemani hampir setahun lamanya. Alasan tukar guling ini karena perubahan gaya bersepeda. Dengan hadirnya track SEBEX di seputaran Gunung Pancar - Sentul, mau gaya bersepeda juga mulai berubah dari yang tadinya All Mountain menjadi Light Down Hill dengan harapan sepedanya masih bisa diajak cross cuntry keluar masuk hutan, naik turun gunung dan bukit.

Frame

Sebenarnya menurut majalah MBUK edisi Mei 2008, sepedaku ini termasuk golongan "All Mountain Big Hitter". Bingungkan, golongan apa pulak ini? Menurut MBUK, genre ini adalah dominan dipakai melahap turunan dan sesekali buat nanjak. Mungkin 80% turunan dan sisanya nanjak. Beda dengan all mountain dimana porsi turunan dan tanjakan adalah sama, 50-50.

Frame ini copotan dari full bike Specialized SX Trail I 2008 yang diimpor oleh BAB. Tidak ada yang baru dengan disainnya bila dibanding dengan versi tahun-tahun sebelumnya. Cukup menjadi legenda setelah menjadi tunggangan Darren "Bear Claws" Berrecloth di film Ransom. Dengan teknologi Four Suspension Link (FSR) yang dilengkapi dengan magnesium linkage dan dibantu oleh rear shock Fox DHX 4.0 (coil), didapat lah panjang travel sebesar 170mm. Besar sudut head tube dapat disesuaikan dengan keinginan pengendara menjadi 66.5 (slack) atau 67.5 (step) hanya dengan mengganti dudukan rear shock. Agar sesuai dengan ukuran tubuh, dipilihlah size M dengan panjang seat tube 16.28" dan tobe tube horisontal 22.9".

Sampai saat tulisan ini dibuat, frame ini hanya satu-satunya di Indonesia. Berbeda dengan punyanya Om Bismo BAM dan Pak Rama Gebraker yang berwarna putih-orange, kepunyaanku berwarna hijau oilve dengan tambahan grafis hutan pinus warna hitam yang sangat sesuai dengan habitat peruntukannya.

Components

Agar tidak ada perubahan geometri, saya memilih tetap menggunakan Fork Fox Vanilla 36 RC2 yang bertravel 160mm, bawaan dari sepedaku sebelumnya. Drive train hasil campuran gado-gado antara Shimano XT (RD, FD, sprocket, shifter, dan rantai) dan RaceFace Evolve DH (crank dan BB). Tidak lupa pemakaian pedal Crankbrother Mallet 2 warna merah yang sudah terkenal performance-nya. Untuk chain guide, saya mengikuti saran dari teman-teman di Sepedaku.com agar menggunakan Blackspire dual ring, murah meriah tapi manstaff. Pemakaian Sun Rim MTX kaleng, hubs Funn Bullet, spokes DT Swiss, dan ban Kenda Nevegal Stick-E 23.5 mm makin membuat sepeda ini stabil melahap turunan.



Brake set juga tetap menggunakan Hayes 9 bawaan Reign terdahulu, tetapi brake lever sudah diganti dengan buatan Straitline agar handlingnya bisa lebih smooth. Stem dan handlebar RaceFace Diabolus 25.4 mm sengaja diimpor langsung dari CompetitiveCyclist.com. Headset menggunakan Crane Creek 3 1/8 in bawaan frame. Untuk seatpost, sudah pasti dong pake Thomson 30.8mm. Sedang sadle, saya memilih menggunakan Specilized Body Geometry. Oh iya, kedua ujung handlebar dihiasi dengan ODI grips, lho.

Riding Performance

Saat melahap turunan dan drop, rear shock Fox DHX 4 dan fork Fox Vanilla 36 RC2 sudah cukup manstaff mengimbangi riding style saya. Sempat ada yang memberikan masukan bahwa mungkin DHX 5 lebih cocok di frame ini. Tapi bagi saya yang sudah merasa gemetaran saat melibas drop off 1 meter, rasanya cukuplah dengan DHX 4 (tanpa fungsi bottoming out). Kecuali kalau riding technique-nya sudah sepiawai si Bearclaw yang bisa mainannya drop off di atas 3 meteran, barulah saya berpikir untuk mengganti rear shock. Kestabilan sempurna juga dirasakan saat melibas berm maupun side wall di SEBEX.

Untuk tanjakan, kombinasi fungsi ProPedal dan Rebound pada rear shock membantu saat melibas tanjakan legendaris Ngehe' 1 di seputaran Taman Safari Puncak. Efek bobbing sudah tidak terasa akibat kesempurnaan disain FSR dari Specialized. Walaupun tidak sehebat kinerja sepeda XC dan AM, saya sudah cukup senang bisa melewatinya tanpa menggunakan jasa ojeg dorong. Toh sepeda ini emang lebih sering dipake di SEBEX koq. Untuk XC/AM, saya sedang berpikir untuk menebus Santa Cruz Blur LT 2009 yang lekukan tubuhnya sangat menyentuh hati. Atau Yeti 575 aja yah?