Monday, March 27, 2006

Telaga Warna, 25 Maret 2006


Silahkan klik digambar untuk peta yang lebih besar. Lembar peta lainnya bisa lihat di bagian bawah posting ini.


Hujan dan kabut bukan berarti menjadi penghalang untuk genjot. Buktinya hari Sabtu kemaren, 25 Maret 2006, 18 orang genjoter menembus rintik hujan dan tebalnya kabut Talaga Warna – Puncak. Konsekuensinya yah kedinginan dan tak tahu arah.

Genjot request udah bertebaran sehari sebelumnya via SMS. Katanya meeting point di Bank Lippo depan Istana Bogor jam 06.30 karena nanti pulang mau lewat bendungan Katulampa. Cuman seperti biasa jam karet, pasukan baru terkumpul jam 07.30, itupun dengan acara perubahan parking area di Ciawi karena pertimbangan hujan. Setelah semua speda masuk ke angkot, perjalanan ke starting point menempuh waktu sekitar 45 menit, tumben jalan tidak terlalu macet, mungkin karena hujan jadi para peminat puncak pada males untuk bergerak. Starting point juga agak susah ditemukan berhubung kabut yang sangat tebal yang menutupi daerah Puncak. Setelah speda di rakit kembali dan berdoa bersama, genjot dimulai tepat jam 09.00.

Tersesat di Hutan

Sebenarnya karakter trek Telaga Warna hampir sama dengan trek Rindu Alam - Gunung Mas, didominasi oleh jalan berbatu dan pergenjotan diantara rerimbunan semak pohon the. Bedanya dari Rindu Alam ke Gunung Mas treknya menurun, sedang di Telaga Warna diawali dengan trek mendaki dan sesekali menurun. Selain itu perkampungan penduduk lebih banyak di Talaga Warna, beda dengan Rindu Alam – Gunung Mas dimana perkampungan pertama berada di kompleks perumahan karyawan Perkebunan Teh.

Setelah mengayuh lebih kurang 45 menit, perjalanan terhenti karena sang penunjuk jalan kehilangan jimatnya. Gak bisa disalahkan juga sih karena jarak pandang hanya sekitar 20 meter akibat tebalnya kabut. Akhirnya diputuskan untuk mengenjot menerobos kebun teh. Disini knee protector teruji mempunyai fungsi ganda. Selain mencegah benturan, protector juga berguna untuk melindungi kaki dari tajamnya ranting pohon teh. Beberapa genjoters dari Gading Serpong yang gak dilengkapi, atau tepatnya tidak mau melengkapi, dengan knee protector terpaksa harus berjibaku melawan ganasnya kebon teh. Lain kali pake protector yah!!!

Di ujung kebun teh pasukan berhenti lagi, di depan tampak hutan yang cukup lebat. Sepertinya ada jalan setapak menerobos hutan tersebut, cuman harus GB dikit (GB = Gendong Bike) karena curamnya jalan. Makin ke dalam jalan setapak makin gak jelas dan akhirnya perjalanan berhenti total. Tim pencari jejak diturunkan tetapi hasilnya nihil juga. Akhirnya diputaskan untuk “Balik kanan, Graaakkk !!!!”, kembali ke jalan besar sebelum masuk ke kebun teh. Mau gak mau keputusan ini harus diambil daripada tersesat lebih jauh lagi.


Hampir sejam waktu yang terhilang di hutan. Sebelum lanjut, genjoters menarik napas sejenak sambil mengatur strategi selanjutnya.


Freestyle di Warung Indomie

Perjalanan dilanjutkan melewati jalan perkebunan yang berbatu. Kebanyakan downhill dan sesekali memotong jalur pemetik teh. Sesekali harus DH (Dorong Heula) karena jalur terputus oleh sungai kecil. Di sini pemandangannya indah sekali, sepanjang mata memandang hanya ada hamparan hijau kebun teh yang dibatasi oleh hutan. Target tujuan kali ini adalah desa yang ada sekolahnya, itu kata ibu-bapak pemetik teh.

Dibutuhkan waktu sejam untuk sampai ke desa yang dimaksud. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang dan perut sudah keroncongan, warung indomie yang merupakan satu-satunya di desa tersebut langsung diserbu genjoter. 18 porsi intel (indomie telur) diorder, tetapi tunggu punya tunggu hidangannya gak keluar-keluar juga. Ternyata pemiliknya gak siap dengan serbuan ini, maklumlah di daerah ini jarang banget terima order sedemikian banyak. Akhirnya intel keluar juga setelah menunggu 30 menit, itupun hanya untuk kloter pertama. Kloter keduan lebih cepat, hanya butuh 15 menit.






Sambil nunggu indomie, Jemmie mempertontonkan freestyle riding pake spedanya putri, Intense Orange yang baru luluran ganti warna krem. Ini die fotonya.

Genjot di Perkampungan

Setelah semua kebagian jatah, genjot dilanjutkan lagi. Ternyata desa Indomie ini gak terlalu jauh dari lokasi hutan dimana genjoters tadi tersesat. Kalo ditarik garis lurus dari titik terjauh di hutan, jarak ke trek yang ingin dilalui hanya sekitar 400 meter. Artinya kalo tadi tetep aja nerobos hutan, kita gak perlu berputar sekitar 8 km. Tapi sudahlah, yang penting sekarang udah tahu jalan pulang.


Banyak juga villa-villa penikmat liburan di sepanjang jalan pulang. Salah satunya lokasi foto bersama ini, yang sebenarnya dimasuki secara ilegal oleh genjoters yang kebetulan masuk dari halaman belakang villa. Lumayan jugalah buat koleksi foto.

Perjalanan selanjutnya gak terlalu berkesan karena on road sepanjang perkampungan penduduk. Sebenarnya kalau mau cepat bisa motong lewat jalan raya Bogor – Cianjur, cuman kayaknya kurang seru dan pasti monoton. Namun beberapa genjoter sempat terpisah dari rombongan dan akhirnya memilih genjot melewati jlan raya. Sempat pula terjadi insiden kecil, ada yang kejang lah, ada pula yang rantainya putus.

Secara keseluruhan, genjot kali ini sangat menyenangkan. Terima kasih buat para genjoter yang sudah berpartisipasi. Jangan kapok yah diajak genjot lagi…

Peta 2 Trek Telaga Warna. Silahkan klik di sini.
Peta 3 Trek Telaga Warna, silahkan klik di sini.
Peta 4 Trek Telaga Warna, silahkan klik di sini.

Foto-foto lainnya bisa diakses di:
http://community.webshots.com/myphotos?action=viewAllPhotos&albumID=548957770&security=CIXBjU

Wednesday, March 22, 2006

Si Hitam NRS ku....

Akhirnya selesai juga ngedandanin sepeda kesayangan. Pengennya sih pake high end component, cuman kalo diturutin perdana mentri bisa ngamuk dan urusan dapur jadi berantakan. Katanya sih ngedandanin MTB nggak ada puasnya, "Sky is the Limit". So, direm dikit and let's start with the simple things.
Frame gue tebus dari Aang, Sinar Bangka Roxi Mas, hasil merayu istri di Januari 2006. Trus sebagian besar komponennya copotan dari my old bike, specialized Rockhopper 2003 (generic, made in Taiwan). Kebanyakan dibangun berdasarkan learning by doing. Contohnya disc brake, diganti setelah jatuh di JPG akibat lumpur yang lengket di V-Brake. Fork ganti dari SID ke Psylo karena kurang bisa loncat di Puncak. Kalo stem dan seatpost sih gara-gara dapet Thomson Elite murah (50%) waktu jalan ke Bangkok.



Detail Specification

  • FRAME: Giant NRS-G 2005 size S (16.5")
  • SUSPENSION: Front: Rockshock Stylo XC; Rear: Giant NRS System
  • WHEELS: Mavic rim with Novatec (front) and Shimano Deore (rear) hubs, Schwalbe Black Jack 26x22.5" tyres
  • DRIVETRAIN: Shimano XT crankset (hollowtech), SRAM X.9 RD & shifter, Shimano Deore FD, Hayes MX-2 disc brakes
  • COMPONENTS: Scud riser bar 40mm, Giant headset, Thomson Elite stem (90mm) and seatpost, Fizik sadle


    Modification Idea
    Idenya sih pengen punya MTB Bike perpaduan antara genre XC dan All Mountain. Makanya NRS-G frame dipilih sebagai wakil dari XC, sedang Rockshock Psylo dengan travel 85-125mm untuk mewakili All Mountain. Pemilihan genre campuran ini bukan tanpa alasan, soalnya gue sering banget maen di daerah pegunungan (Puncak, Gn.Salak, Lembang) selain genjot santai di sekitar rumah (JPG).
    Selain itu, sengaja gue pasang riserbar 40mm biar geometri sepeda agak naik dikit di bagian depan. Soalnya udah ngerasain punggung agak nyeri waktu pake handle bar datar (10mm) , apalagi di turunan curam. Sabtu kemaren udah gue coba di Ngehe' 2 dan lumayanlah gak terlalu nunduk waktu turunan.

Future Modification
Untuk ke depan nggak akan terlalu banyak modifikasi lagi untuk sepedaku ini. Paling ganti disc brake model hydraulic dan FD diganti ke tingkat yang lebih tinggi. Groupset akan tetap dipertahankan di posisi XT ato X.9 saja, rasanya belum pantas untuk make XTR ato X.0.
Sebenarnya dari hati yang paling dalam pengen punya 2 jenis sepeda, XC Full Suspension dan All Mountain. Cuman itu untuk jangka panjang kali. Paling bisanya kalo dapet bonus gede dari kantor plus dapet lampu ijo dari perdana mentri.
Beberapa malam yang lalu beliau udah nanya-nanya pengen punya sepeda juga. Nah, kesempatan nih. Entar gue beli satu All Mountain, trus si NRS gue modif lagi kembali ke XC biar bisa dipake istriku. Win-win solution kan... keekeekeeqqq

Monday, March 20, 2006

Puncak, 18 Maret 2006

Akhirnya ke Puncak lagi, setelah beberapa minggu absen karena tugas kantor dan kondisi speda lagi gak fit karena fork-nya ompong. Ajakan genjot udah disounding di milis hari Rabu minggu lalu, selain ajakan via sms dari Buchan. Om Depe juga udah bantu ngirim weather forecast, dan emang bener pas banget ramalannya. Cuman sayang doi nggak bisa ikut karena anaknya tiba-tiba sakit dan kudu di bawah ke dokter. Didoain deh deh semoga anak Om Depe cepat sembuh.

Jam 6.30 pas gue udah nyampe di Sederhana, di sana udah ada Om Dodi Orange Bike, sang Produser TV7. Yang lain datangnya pada mepet di jam 7. Akhirnya terkumpul 10 orang: Jemmie, Putri (spedanya baru bow, intense orange), Papaw (newbie teman Jemmie), gue, Dodi, Buchan, Abeng (BMX-er), Tony si raja minyak, Ery Canondale Prohet, dan Jawa (teman Tony). Sebenarnya da 3 orang lain lagi cuman nggak mau gabung. Katanya mereka mo genjot dari Taman Safari aja, bukan start di Rindu Alam.

Sampe di Rindu Alam jam 7.45, dan start genjot jam 8.15. Ini bisa dicatet sebagai rekor, biasanya sih jam 9.00 baru genjot karena harus ber-hahahihi dulu sambil makan nasi goreng. Cuaca cukup mendukung, matahari cerah tapi tetep wae ti'is pisan euy. Track kering karena lama gak hujan. Walaupun kering, hanya Jemmie yang lolos di turunan WC Paralayang. Lainnya pada ragu, termasuk gue.... hihihi.

Genjot terus sampe Taman Safari, lancar-lancar aja kecuali minor incident sepeda Papaw teman Jemmie yang newbie tea' lepas ban belakang di track bak kontrol. Kasian juga udah nyium tanah padahal perjalanan masih jauh. Tiba di Taman Safari jam 9.30, rekor lagi kan... Nih ada beberapa foto yang sempat diabadikan.

MTB Clinic by Buchan, cara menghajar turunan dengan baik dan benar. Pertama ganti frame dengan Jamis XLT, trus pake fork yang travelnya panjang. Lalu... siiiiaaappppp.... lalu.... lalu.... ah ragu ah, TTB aja... kekekekeqqqq.

Safety precaution dari Om Ery. TTB karena batangan fork Canondale Prophet-nya ilang satu... kekekeqqq lagi.

Genjot dilanjutkan lagi setelah pisang sesisir dan Pocari ditebus di parkiran Taman Safari. Ternyata speda Putri bermasalah, padahal ini uji nyali pertama buat si Intense Orange Ngek-ngok (emang bunyinya kayak gitu kan Put...) hasil perburuan di lapaknya Wei Min. Kata Abeng, peserta merangkap montir, bearingnya ada yang oblak tapi masih digenjot. Cuman Jemmie nggak percaya begitu aja, walhasil kami semua disuruh duluan ke Pondok Ngehe sedang dia dan Putri pura-pura beresin sepeda. Yang lain sih udah curiga pasti mereka mo berduaan aja, ternyata curigation meleset. Mereka sengaja paling belakang biar bisa .... pake joki. huahuhuaaa. Sayang nggak ada fotonya euy....

Di Pondok Ngehe perjalanan tersendat dikit, ban belakang Om Dodi kena snake bite. Terpaksa Abeng turun tangan lagi. Ban dalem diganti, dipompa sampe OK, dan perjaanan dilanjutkan kembali, jam baru menunjukkan pukul 11.00. Sengaja milih jalur Ngehe 2 untuk menjamu Jawa dan Papaw yang baru pertama kali genjot di Puncak. Tiba di Pondok Ngehe2 jam 11.45, naik dikit 100 meter dan berhenti melepas penat dan berfoto bersama.

Putri dan Jemmie udah pake knee protector, sesuai saran Om Is.


Buchan dan Abeng

Setelah dari sini kelompok terbagi 2. Dodi, Jemmi, Putri, dan Abeng terpisah dari rombongan. Seharusnya di pertigaan kudu belok kiri, tapi kemaren tetep lurus karena petunjuk yang salah dari Bapak Petani yang terhormat. Akhirnya balik lagi ke TTB ke atas, padahal tadi turunnya mantab. Kali ini Putri nggak pake Joki :)

Rombongan lain nunggu di pondok jaga di hutan. Iseng-iseng Tony sang raja minyak nawarin jadi fotografer, gue dan Buchan bergaya kayak MTB-er expert yang kayak di majalah-majalah itu tuh. Parah juga usaha si lae satu itu, kayaknya udah tepat jadi raja minyak dan nggak perlu banting stir ke dunia foto memoto. Hasilnya seperti di bawah ini.

Liat fork barunya dong...!!!


Buchan bergaya lagi...

Ternyata grup yang ilang gak nongol-nongol juga, kami cabut duluan aja. Nyampe di bukit Piramid semuanya nyobain turun, nggak ada yang melipir ke kiri. Lumayan juga, ada beberapa yang jatuh bangun ngesot ke pohon teh. Di jalan berbatu Desa Lemahnendeut, ban depan gue pecah. Mungkin karena kebanyakan ngeloncatin lubang dan polisi tidur. Ceritanya mo uji nyali Psylo baru. Terpaksa berhenti bentar ganti ban ditemani sang raja minyak. Habis ganti ban, lanjut lagi dan masih juga loncat. Baru 500 m ban belakang pecah, solider ama sodara kembarnya di depan. Ban cadangan udah abis, untung ada sang raja minyak ngasih ban cadangan die. Lagi asyik-asyik ganti ban, tiba-tiba ... wuzzz...wuzzzz .... ada 3 sepeda melaju kenceng banget sambil sesekali melompat. Abeng, Jemmie, dan Putri udah kayak pembalap pro aja. Si Abeng brenti, ikut bantu benerin ban.

Udah mo berangkat, eh baru sadar koq Dodi gak nongol-nongol yah. Yah udah, si Abeng gue suruh naik ojeq ngejar ke atas sambil bawa bn cadangan, takut ban Dodi kempes lagi padahal cadangannya udah abis. Untung Dodi punya kantong doraemon yang ada kit nambal ban. Gak lama dia muncul bareng Abeng. Dan semuanya melaju sampai ke Sederhana.

Acara ditutup dengan gulai kepala kakap.... hhhmmm, nyam nyam....

Thursday, March 16, 2006

Porsche Punya Sepeda

Masih seputaran Bangkok, kebetulan lagi maen ke Siam Paragon Shopping Centre yang kata orang Thailand terbesar di Asia Tenggara (padahal kalo dibanding Mal Taman Anggrek ato Glorietta di Manila, Siam belum ada apa-apanya). Pas lagi clingak-clinguk di sekitar sport car area, tiba-tiba terlihat 2 sepeda MTB di stand Porsche yang bikin jantung berdetak lebih cepat. Langsung aja disamperin, dan gambarnya seperti di bawah ini. Tau gak berapa harganya??? Setelah dikonversi sekitar Rp. 80 juta coy... ckckckck


Ada 2 jenis yang dipamerin, hard and soft tail. Cuman gue lebih tertarik ke soft tail. Secera general kayaknya genre tipe soft tail ini adalah XC, bisa diliat dari travel suspensi depan yang gak terlalu panjang. Cuman koq fork-nya pake model dual crown, kayak tipe freeride ato down hill aja?

Sepeda MTB semahal ini ternyata hanya dilengkapi dengan group set Shimano XT (crankset, RD, FD, shifter, hub), ditambah dengan Magura V-Brake. Koq nggak pake XTR ato SRAM X.O sekalian ya'? Front suspension buatan Porsche sendiri, termasuk headset dan stem. Untuk rear suspension mereka ternyata masih mengandalkan Rock Shock, yang dipake SID XC. Kembali lagi kenapa gak kelas atasnya aja yang dipasang seperti SID World Cup. Seatpost dan sadle juga gak pake buatan orang lain, mereka bikin sendiri.

Yang bikin gue ngakak setengah mati adalah sepeda ini dilengkapi dengan ban Schwalbe yang notabene harganya sepasang cuman 35 rebu di Jakarta. Ternyata emang bener kata Alfa Formula, Schwalbe ini ban kelas dunia yang diekspor ke luar negri terutama Jerman. Bisa murah di negara tercinta ini karena kita dapatnya yang reject. nasib...nasib....

Kalo gue pribadi, rasanya sayang beli sepeda seperti ini. Gue lebih cinta si hitam kaki dua NRS G yang selalu menemani setiap saat...ceile!!!


Disain fork model dual crown


SID XC Rear Suspension


Crankset Shimano XT (tanpa "R")


Magura brake lever & XT shifter

Dan terkahir, Schwalbe Black Shark

Wednesday, March 15, 2006

Sepeda dan Bangkok

Dua minggu lalu gue ke Bangkok, ada tugas di kantor sana seminggu. Iseng-iseng keliling kota nyari toko sepeda.

Kondisi Bangkok hampir sama dengan Jakarta, macet di sana-sini. Cuman mereka lebih cerdik, bikin Skyline lah, jalan tolnya dibuat masuk sampe pusat kota lah, dll. Mudah-mudahan Jakarta nanti bisa seperti ini setelah Monorelnya jadi. Kalo mo ngandelin Busway kayaknya nggak dulu lah.


Surprise juga ternyata jalur khusus untuk pesepeda sudah disediakan oleh pemerintah kota Bangkok. Walaupun belum merata ke seluruh kota, at least mereka sudah mulai di pusat-pusat kota. Terutama sekali di sekitar Lumpini Park (green area di tengah kota) dilengkapi dengan bike lane seperti gambar di samping. Cuman sayangnya nggak banyak orang yang bersepeda hari itu. Padahal foto ini diambil pas jam pulang kantor lho. Mungkin mereka lebih menikmati naik Sky Line kaleee????

Lagi asyik jalan, eh ternyata nemu toko sepeda di dekat kedutaan Amerika, sisi Utara Lumpini Park. Namanya Probike, kayaknya dealer Trek deh karena hampir sebagian besar yang dipajang sepeda merk Trek. Hampir sama dengan konsep BAB di Slipi, cuman yang satu ini nggak terlalu fokus ke MTB, ada sebagian sepeda On Road. Maklum Bangkok terletak di daerah dataran di sekitar muara sungai Chao Praya, kalo mau berbukit-bukit untuk maen MTB kudu ke Tahiland Utara di sekitar Chiang May.

Harga sepeda dan komponennya terlihat lebih mahal di Probike bila dibandingkan dengan harga di Jakarta. Gue nggak tau apa karena posisi tokonya yang terletak di tengah kota atau karena emang segini lah harganya. Pengen juga compare ke toko lain cuman agak jauh euy ke pinggir kota. Entar deh di lain kesempatan gue jajal semua toko di seputaran Bangkok.

Di depan parkiran Probike, gue ngeliat parkiran sepeda yang agak berbeda dari yang pernah gue liat. Parkiran sepeda dibuat dari papan yang bersilangan kemudian diberi kisi-kisi besi di sisi atas. Nah, sepeda diletakkan nungging sehingga roda depan masuk ke kisi-kisi tersebut. Mungkin ini bisa dicontoh teman-teman dari B2W Indonesia yang lagi ngebahas issue parkiran sepeda. Kalo gue liat sih yang satu ini lebih hemat tempat karena posisi sepeda lebih vertikal.

Malamnya dinner di Night Bazar Suan Lump. Mungkin hampir sama dengan konsep pasar malam di Indonesia, cuman yang di Bangkok lebih terorganisir, lebih rapih dan bersih, dan yang paling penting harga-harganya murah. Kombinasi ini yang membuat banyak turis yang datang belanja dan dinner di sana. Gue nyoba rujak pepaya muda dicampur ama anak kepiting hidup, nggak dimasak cukup ditumbuk aja kayak bikin rujak di sini. Menu lain so pasti tom yam dong......


Suan Lump Night Bazar


Kepiting di dalam toples buat campuran rujak pepaya muda